
Jenis-jenis perselisihan hubungan industrial berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PHI”) adalah sebagai berikut:
- Perselisihan Hak: Perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap peraturan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB).
- Perselisihan Kepentingan: Perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang akan ditetapkan dalam perjanjian kerja, PP, atau PKB.
- Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK): Perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
- Perselisihan Antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh: Perselisihan antara serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan karena ketidaksesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan.
Tata Cara Penyelesaian Perselisihan di Luar Pengadilan
Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
Penyelesaian perselisihan melalui bipartit tersebut harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
Dalam hal perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Apabila bukti-bukti tersebut tidak dilampirkan, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi paling lambat dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya pengembalian berkas.
Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator. Perlu diperhatikan, bahwa penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh. Sedangkan penyelesaian melalui arbitrase dilakukan untuk penyelesaian perselisihan kepentingan atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh.
Untuk memudahkannya, silakan periksa tabel berikut:
| Jenis Penyelesaian | Ketentuan | Jangka Waktu | Hasil |
| Bipartit | Setiap perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. | Proses perundingan bipartit harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak perundingan dimulai | Perundingan dianggap gagal jika salah satu pihak menolak berunding atau jika dalam 30 hari tidak tercapai kesepakatan. Setiap perundingan harus dibuatkan risalah yang ditandatangani para pihak. Jika tercapai kesepakatan, maka dibuat Perjanjian Bersama yang mengikat para pihak. Perjanjian Bersama ini wajib didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Jika salah satu pihak tidak melaksanakan Perjanjian Bersama, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Hubungan Industrial. |
| Mediasi | Mediasi dapat menyelesaikan semua jenis perselisihan (hak, kepentingan, PHK, dan antar serikat pekerja). Mediator adalah pegawai instansi pemerintah di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat dan ditetapkan oleh Menteri. | Mediator harus sudah mengadakan sidang mediasi selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan perkara. Mediator harus menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja. | Jika tercapai kesepakatan, dibuat Perjanjian Bersama yang didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial. Jika tidak tercapai kesepakatan, mediator mengeluarkan anjuran tertulis kepada para pihak. Para pihak harus memberikan jawaban dalam waktu 10 hari kerja. Jika anjuran ditolak oleh salah satu pihak, maka perselisihan dapat dilanjutkan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial |
| Konsiliasi | Khusus untuk perselisihan kepentingan, PHK, atau antar serikat pekerja/buruh. Konsiliator adalah seseorang yang terdaftar di instansi ketenagakerjaan, dipilih dan disepakati oleh para pihak. | Konsiliator menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak menerima permintaan penyelesaian. | Prosedurnya mirip dengan mediasi. Jika kesepakatan tidak tercapai, konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis. Jika anjuran ditolak, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. |
| Arbitrase | Khusus untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh. Penyelesaian dilakukan atas dasar kesepakatan tertulis (surat perjanjian arbitrase) dari para pihak. Arbiter dipilih oleh para pihak dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri | Arbiter wajib menyelesaikan perselisihan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja, dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 14 (empat belas) hari kerja atas kesepakatan para pihak. | Putusannya mengikat para pihak dan bersifat final dan tetap. Perselisihan yang telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Meskipun final, putusan arbitrase dapat dimohonkan pembatalannya kepada Mahkamah Agung jika diduga mengandung unsur seperti surat/dokumen palsu, tipu muslihat, atau putusan melampaui kewenangan arbiter. |
Penyelesaian Melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)
PHI adalah pengadilan khusus yang berada pada lingkungan peradilan umum. Adapun Tugas dan Wewenang dari PHI meliputi:
- Memeriksa dan memutus di tingkat pertama mengenai perselisihan hak dan PHK.
- Memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan dan antar serikat pekerja.
Dalam hal penyelesaian perselisihan perselisihan di luar pengadilan tidak dapat diselesaikan, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke PHI pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja. Gugatan wajib dilampiri risalah penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi.
Ketua Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima gugatan harus sudah menetapkan Majelis Hakim yang terdiri atas 1 (satu) orang Hakim sebagai Ketua Majelis dan 2 (dua) orang Hakim Ad-Hoc sebagai Anggota Majelis yang memeriksa dan memutus perselisihan.
Hakim Ad-Hoc tersebut terdiri atas seorang Hakim Ad-Hoc yang pengangkatannya diusulkan oleh serikat pekerja/serikat buruh dan seorang Hakim Ad-Hoc yang pengangkatannya diusulkan oleh organisasi pengusaha. Selain itu, untuk membantu tugas Majelis Hakim ditunjuk seorang Panitera Pengganti.
Majelis Hakim wajib memberikan putusan selambat-lambatnya 50 (lima puluh) hari kerja terhitung sejak sidang pertama.
Upaya Hukum
Perlu dicermati bahwa upaya hukum yang dapat dilakukan atas putusan PHI sebagai berikut:
- Putusan PHI mengenai perselisihan kepentingan dan antar serikat pekerja/buruh merupakan putusan akhir dan bersifat tetap (tidak dapat diajukan kasasi).
- Putusan PHI mengenai perselisihan hak dan PHK dapat langsung diajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung dalam waktu 14 hari kerja. Tidak ada upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi.
- Penyelesaian perkara di tingkat kasasi dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi.
Pernyataan Penyangkalan (Disclaimer)
Informasi yang tercantum dalam dokumen ini tidak dimaksudkan sebagai nasihat hukum, pendapat hukum, maupun saran hukum yang sesuai untuk bisnis Anda. Penulis telah menyusun informasi dalam dokumen ini dengan itikad baik dan kehati-hatian yang wajar. Namun demikian, tidak ada pernyataan maupun jaminan, baik secara tegas maupun tersirat, mengenai akurasi, kelengkapan, maupun ketepatan waktu dari informasi yang disajikan.
Pembaca menyadari bahwa setiap perusahaan memiliki cara operasional yang berbeda, sehingga informasi yang disajikan mungkin tidak relevan untuk seluruh kegiatan usaha.
Sangat disarankan agar pembaca berkonsultasi dengan tenaga profesional atau menghubungi kami secara langsung sebelum mengambil tindakan hukum apa pun berdasarkan informasi dalam dokumen ini. Dengan membaca dokumen ini, pembaca dianggap setuju untuk membebaskan penulis dari segala klaim, tuntutan ganti rugi, gugatan, denda, maupun sanksi apa pun yang mungkin timbul sehubungan dengan informasi yang disampaikan di dalamnya.